Chapter 3 - Petualangan Masa Lalu
karya : Dede Riyaldi
akupun terbangun dari tidurku dan lekas menuju kerajaan tarumanegara.
terlihat sekelompok orang yang berkumpul membicarakan sesuatu. akupun ingin mengetes kepada mereka apaka mereka masih mengenal aku.
"permisi, bolehkah saya bertanya sesuatu" tanyaku pada mereka.
"ya, memang ada apa ya de?" tanya seorang warga padaku
"nama tempat ini apa ya pa?" tanyaku padanya
"oh... orang sini biasa menyebut tempat ini kerajaan tarumanegara. kerajaan ini si dipimpin oleh raja jayasingawarman, tetapi ia sedang sakit dan tahtanya sekang di pegang dahulu oleh anaknya." jawab warga yang disebelah warga yang tadi
"memang ade dari mana?" tanya seorang ibu yang datang membawakan mereka minuman.
"saya dari bogor bu." jawabku
"perasaan saya pernah mendengar nama tersebut." sahut warga yang lain.
"ya benar. sayapun sepertinya pernah mendengar nama tersebut. kalau begitu, ayo kita lihat saja kitab di kerajaan" seru seorang bapak.
"baiklah, boleh saya ikut?" tanyaku pada mereka.
"silahkan"
seketika itu semua orang yang ada di rumah tersebut pergi ke kerajaan tarumanegara yang dahulunya kecil tetapi sekarang sudah berubah menjadi kerjaan besar.
"permisi, bolehkah kami menemui raja." pinta seorang dari kami.
"memang ada keperluan apa kalian kesini?" tanya para penjaga pintu gerbang.
"kami kesini karena ingin mengetahui kata yang barusaja kami dengar dari adik ini" seru ibu yang tadi seraya menunjuk kearahku
"baiklah. silahkan masuk" titah penjaga yang lain.
kamipun masuk kedalah istana kerajaan yang sangat megah. kamipun sampai di sebuah ruangan yang tak lain adalah ruangan raja
"permisi paduka pangeran chandrawarman ". sahut kami semua
"ya, ada perlu apa kalian kesini?". tanya paduka pangeran chandra.
"kami kesini bertujuan untuk mengetahui katayang diucapkan oleh anak muda ini." sahut seorang warga seraya memperkenalkan ku pada paduka raja.
"apakah kita pernah bertemu? sepertinya mukamu itu tak asing bagiku" tanya paduka pangeran padaku.
"ya, paduka pangeran." jawabku singkat.
"siapakah kamu dan dari mana asalmu?"
"saya adalah Dede Riyaldi dari Bogor, paduka pangeran".
sontak saja semua orang yang berada di ruangan itu terkejut setelah mendengar apa yang aku katakan.
"apakah engkau bercanda anak muda??" tanya paduka raja padaku.
"tidak paduka pangeran, aku ini adalah Dede Riyaldi dari Bogor, Aku sudah lama tidak berkunjung kesini sejak ....."
kemudian datanglah Dewiwarman yang terlihat sudah seperti berumur 20 tahunan. dia sedang membawa minum untuk adiknya.
"ada apakah adikku, sepertinya engkau terlihat ....." tanya dewiwarman kepada adinya tetapi kalimat tersebut tidak ia lanjutkan setelah matanya melihat kepadaku.
"kang Dede?, apak ini benar engkau?" tanyanya padaku seraya memelukku melepas rindu yang selama ini belum tercurahkan
"iya dewi, ini aku" jawabku padanya
"engkau tidak ada bedanya sejak 7 tahun yang lalu" sahutnya padaku.
"jadi, aku meninggalkan kerajaan ini selama tujuh tahun??" seruku seraya tidak percaya
"ada apa kak? apakah benar ia, guru kak?" tanya pangeran chandra pada dewi
"benar adikku. ia adalah guru kita semua. yang mengajarkan kita semua hal di dunia ini".
seketika saja mereka semua seperti bersujud kepadaku.
"sudah lah, jangan kalian bersujud kepadaku. aku ini hanya anak biasa saja, sama seperti anak yang lainnya" sahtku pada mereka semua
"jadi sekarang berapakah umurmu kang" tanya dewi padaku
"sekarang umurku masih 16 tahun sama seperti 7 tahun yang lalu. apakah kalian disini juga sama seperti itu?" jawab plus tanyaku pada mereka.
"tidak, umurku sekarang sudah 23 tahun. sedangkan chandrawarman sudah 13 tahun" jawab dewi.
"wah perbedaan umur kita sangat jauh ya sekarang!" seruku pada dewi.
"oh iya, kemana bapak jaya?" tanyaku pada dewi
"beliau sedang sakit, tetapi tidak ada obat yang mampu menyembuhkannya. semua tabibpun sudah kami coba. tetapi hasilnya sama saja." jawab chandrawarman
"bolehkah saya menemuinya??" tanyaku pada dewi dan chandra.
"tentu saja. guru". sahut dewi padaku
"mungkin aku kangen sama kata itu (guru)". sahutku
"baiklah, kalian bisa pergi sekarang" titah pangeran kepada warga yang tadi mengantarku ke istana ini.
"terimakasih pangeran" sahut mereka semua.
akupun berjalan kearah kamar raja. terlihat dari celah celah kamarnya ia sedang terbaring lemas di ranjangnya yang terbuat dari kayu tersebut
"bapak, kami kedatangan tamu yang sangat penting. mungkin bapapun rindu padanya" sahut dewi pada bapaknya
"siapa ... uhuk uhuk ... kah dia ... uhuk uhuk ..." tanyanya sambil melawan rasa sakit.
"saya pa" akupun datang menghampiri bapak jaya yang tergolek lemah tak berdaya.
"apakah benar ini kau nak ..." tanyanya padaku
"iya pa, ini saya Dede Riyaldi dari bogor" jawabku padanya.
"engkau tidak ada bedanya dari dulu ..... tapi kami semua sudah berubah menjadi lebih tua" sahutnya iiringi senyum yang tidak lepas karena menahan sakit
pak jayapun di sandarkan ke tembok. kemudian aku memeriksa apa penyakit yang dideritanya.
(berhubung pas sd, smp sama kemarin sma aku pernah jadi pengurus pmr, aku juga bisa mengetahui apa yang orang lain rasakan"
"ini hanya kecapean dan sedikit typhus." seruku pada pa jaya dan anaknya.
"apakah typhus itu?" tanya chandra padaku
"typhus adalah penyakit yang disebabkan karena bakteri dari air kencing tikus yan masuk ke tubuh dan menginfeksi kekebalan tubuh. apakah disini juga banyak sekali tikus?" tanyaku pada mereka
"aku pernah melihat ada beberapa tikus yang diam diatas tempat air itu" tunjuk chandra padaku.
"pantas saja..." sahutku.
"tolong ambilkan aku 'cacing tanah'" titahku pada dewi
"baiklah" sahutnya
sementara dewi pergi mencari cacing tanah, akupun sempat bertanya pada pa jaya
"pa, ibu kemana?" tanyaku padanya langsung saja terpasang ekspresi sedih di wajahnya yang hampir terlihat tua.
"ibu ..... " bapakpun menceritakan dimanakah ibu, akupun baru tahu kalau ibu sudah meninggal karena sakit juga. maka dari itu merekapun khawatir kalau bapak jayapun akan mengalami hal yang sama.
"oh jadi begitu pa." sahutku pada bapak
"oh iya pa, bagaimana keadaan kerajaan tarumanegara ini??" tanyaku padanya lagi
"kerajaan ini sudah berkembang menjadi kerajaan yang jauh lebih besar dan jauh lebih kuat dari 7 tahun yang lalu. kami sudah berhasil memperbesar wilayah ke arah barat dan barat daya dan menciptakan ibukota yaitu sundapura"
barat dan barat daya mungkin kalau sekarang adalah kabupaten bogor kalau sundapura mungkin sekarang wilayah kota bogor / sekitarnya.
"wah berkembang pesat sekali ya ... kalau yang belajar apakah terus berkurang atau bertambah?" tanyaku lagi
"yang belajar semakin .... uhuk uhuk ...." mungkin penyakitnya kambuh kembali
"yasudah, bapak istirahat dulu saja, aku akan mengobrol dengan chandrawarman". sahutku sambil mengajak nya ke tempat singgasana raja.
"bagaimana rasanya jadi pangeran?" tanyaku padanya
"rasanya si ada enaknya ada tidak enaknya. kalau enaknya aku bisa terkenal dan dihormati orang lain. kalau tidak enaknya si aku pusing dengan semua pekerjaan yang dilakukan ayah" jawabnya seperti anak biasa pada umumnya
"kalau di tempat guru bagaimana rasanya??" iapun bertanya balik padaku.
"kalau disana juga ada enaknya ada tidaknya. kalau enaknya aku bisa menonton tv, bermain, berinternetan, sekolah, tetapi tidak enaknya harus diam dirumah, tidak boleh berkelahi, tidak boleh pergi jauh jauh"
"wah... memang disana tempatnya seperti apa si guru?" tanyanya padaku
"ya seperti disini. ada pohon, tapi tidak sebanyak disini, banyak rumah, ada gedung yang sangat tinggi, ada kendaraan dari besi. kan kalau disinimah hanya ada kuda saja. nah, kalau disana, kuda dijadikan sebagai sarana hiburan dan biasanya ada ditempat rekreasi" jawabku panjang lebar
"jadi disana juga ada kuda ya" jawabnya polos
"iya, tapi, disana kudanya sudah jinak, jadi tidak galak lagi."
"wah menangkan sekali ya disana" jawabnya
"tidak juga, disana itu tidak ada yang gratis. semuanya harus bayar. nah, dibayarnya sama uang" jawabku seraya menunjukan uang 1000 rupiah gambar kapten pattimura
"apa ini?" diapun membalik-balikan uang yang ia pegang
"kalau ini adalah uang. kalau disana dipakai sebagai alat tukar atau alat pembayaran." sahutku.
"jadi sama seperti kalau kita ingin beras, terus kita tukarkan beras itu dengan kayu ke tukang beras" jawabnya.
"ya, seperti ituah, yang seperti itu si disana dinamakan barter atau tukar menukar barang dengan barang sesuai persetujuan"
"oh gitu"
padahal, chandrawarman itu kalau di jama sekang seperti setingkat anak kelas 6 atau 7, tapi pemikirannya itu loh tidak seperti anak kebanyakan.
tak lama setelah itu, datanglah dewi membawa banyak cacing tanah.
"sudah dapat cacing tanahnya dew??" tanyaku padanya
"sudah ini," diapun menunjukan padaku sebanyak batok kelapa
"apakah ini cukup?" tanyanya padaku.
"lebih dari cukup" jawabku
akupun kemudian membakarnya didalam bambu sehingga bewarna kehitaman kemudian aku tumbuk menjadi halus dan dicampurkan ke air hangat. semua yang aku lakukan tak lupa juga ditulis dalam buku yang aku berikah 7 tahun yang lalu.
"ayo pa, diminum. mumpung masih hangat". seruku pada pa jaya.
tak hampir satu jam obat itupun manjur, badan bapak jaya sangat segar dan kembali beraktifitas seperti biasanya.
"obat dari mu memang luar biasa manjurnya," sahut pa jaya
"benar, bagaimana badan bapak sekarang?" tanya dewi pada bapaknya
"sangat sehat, seperti tidak mengalami sakit"
padahal sebelumnya aku memberikan obat terlebih dahulu kepada minuman tersebut, obat yang sering aku minum, karena menang, aku juga punya penyakit yang sama seperti pa jaya yaitu typhus.
berita tentang sembuhnya pa jaya tersebut tersiar keseluruh penjuru kerajaan, juga sampai terdengar oleh bapak kusmirwardhani yaitu orang yang tidak suka kepada bapa jayasingawarman.
"apa, orang itu datang lagi". bentaknya pada tentaranya
"benar tuan, orang dari masa depan itu datang lagi dan menyembuhkan paduka raja" sahut tentara itu.
"sialah, aku harus membunuhnya" sahut ia kepada semua orang yang berada di tempat itu
merekapun membuat siasat.
bagaimanakah kelanjutan ceritanya? apakah saya akan dibunuh oleh nya? lalu apakah siasat yang akan dibuatnya?tunggu di Chapter 4 ya....
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan kata-kata sopan, tidak SARA dan mengandung Unsur Pornografi